Pages

Sabtu, 31 Mei 2014

Untuk Seorang Bunda yang Merasakan Bosan

Kau tunjukkan ketegaran
melebihi batu karang,
itu yang kau hadirkan pada anak kecilmu.
Tabahnya bumi kau tampakkan
dalam keseharian
Kau tampakkan terus pada anak kecilmu.
Laksana diamnya kepompong yang berujung indah,
Kau terus membawa ketenangan pada anak kecilmu
Pagi yang penuh cinta
selalu kau sajikan, walau anak kecilmu
menerima suara tinggi
tapi itulah cinta mu.
Matahari yang tepat di atas kepala
Kau sambut dengan kasih.
Bayangan yang memanjang ke arah timur
masih panjang lagi belaianmu.
Hingga gelap tiba
Kau sendiri,
membaringkan diri sembari menghimpun cinta
untuk anak kecilmu yang terlelap.
Terbangun di kehidupan lain
Kau tetap sabar dan tetap meluapkan rasa
cinta, kasih, sayang pada anakmu yang tidak lagi kecil.
Pagi cinta tetap kau hadirkan
meski kini kau suarakan dengan nada lebih tinggi
Hingga,
Kau yang sendiri dalam malam
harus benar merasa sendiri
karena anakmu yang tidak lagi kecil
pergi, mencicipi manis kecut kehidupan
Kau tetap menggambarkan
tegarnya karang,
Kau tetap menampakkan
tabahnya bumi,
dan diammu tetap
Laksana diamnya kepompong.
“Tidakkah kau merindu anakku?”
Kata itu kau tujukan pada anakmu yang tidak lagi kecil
“haruskah rindu aku perlihatkan Bunda?”
Kau terima kata itu.
Dan, kau kembali diam
Mungkin kali ini, kau teteskan air mata.
Hingga,
Kesendirianmu di tiap malam,
Menggoyahkan batu karang,
Mengguncangkan bumi,
Dan kepompong pun jatuh, belum sempat menemukan keindahan.
Anakmu yang tidak lagi kecil
Terdiam, seperti yang sering ia lihat darimu.
Ia hanya mencoba tegar seperti dirimu.
Mencoba merasakan betapa pedih menahan ketabahan.
Dari kejauhan,
Anakmu yang tidak lagi kecil
Mendengar kabar,
Kau telah berubah.
Kau tak lagi menggambarkan kerasnya karang.
Karena malam yang kau lalui terus sendiri.
Kau tak menampakkan lagi tabahnya bumi.
Karena dalam sakitmu di malam hari, kau tetap sendiri.
Diamnya kepompong kau bunuh,
Dan Kau ganti dengan buasnya singa betina.
Anakmu yang tidak lagi kecil,
Mengerti betapa kejamnya malam dan hari yang kau rasa.
Dan dari kejauhan anakmu hanya mampu menghimpun
Ketegaran, ketabahan seperti yang kau dulu ajarkan.
Anakmu Tak habis pikir,
Kau bakar semua ajaran tentang karang, bumi dan kepompong.
Setelah itu, kau pergi.
Anakmu yang tidak lagi kecil,
Mengerti betapa kejamnya malam dan hari yang kau rasa.
Tapi kenapa Bunda?
Kenapa kau pergi hanya karena malam yang kau lalui selalu sendiri?
Ataukah kau lelah berbagi cinta, kasih dan sayang sendirian?
Ataukah ada yang lain?
Anakmu yang tidak lagi kecil, menunggu jawaban sebenarnya.
Dan kini, anakmu yang bertanya,
“Tidakkah kau merindu Bunda?”

6 Maret 2014

Tidak ada komentar: